🌝 Sejarah Perkembangan Tasawuf Dari Abad 1 Sampai 10
SEJARAHPERKEMBANGAN TASAWUF DARI ZAMAN KE ZAMAN "Sejarah para Sufi dari zaman Nabi Muhammad S.A.W sampai abad ke-9" 1. Tasawuf di masa Nabi Muhammad S.A.W. Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam baik sebagai penyampai risalah dan juga teladan sempurna bagi kehidupan manusia. Oleh karenanya pastilah beliau juga merupakan tokoh
Negarabukan Islam yang berjulukan Negara Gajah Putih, tercatat minoritas kaum Muslim yang berjumlah sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa dari penduduk Thailand, Mayoritas Muslim tinggal di wilayah selatan khususnya Pattani, Yala, dan marathiwat. Mereka kerap terdiskriminasi dalam segala sektor kehidupan.
Bab1: Pengenalan Tasawwuf 4-6 3. Bab 2: Sejarah lahirnya Tasawwuf 7 Zaman Rasulullah 8-9 Zaman Sahabat 10-11 Zaman Tabi'in 4. Bab 3: Perkembangan Tasawwuf 12-18 Makalah ini membincangkan sejarah perkembangan ilmu tasawwuf dari dulu hingga sekarang. Antara lain: pengertian
Tujuanpenelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui sejarah perkembangan tasawuf di Aceh pada abad ke 16 dan (2) untuk mengetahui mengenai pemikiran-pemikiran tasawuf di Aceh pada abad ke 16. Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah atau metode sejarah dengan tahapan penelitian, yakni: (1) heuristik, (2) kritik sumber, (3
SejarahPerkembangan Tasawuf Pada Abad 1 dan 2 Hijriyah 1. Perkembangan Tasawuf Pada Masa Sahabat Para sahabat juga mencontohi kidupan Rasulullah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada Tuhan nya. beberapa sahabat yang tergolong shufi diabat pertama, dan berfungsi sebagai maha guru bagi pendatang dari luar kota madinah, yang tertarik pada kehidupan Shufi.
SEJARAHPERKEMBANGAN ILMU TASAWUF DI INDONESIA. Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Ilmu Tasawuf. Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Dosen: 1. Dr. Hasan Mud'is. MA. 2. Danial Luthfi Al-Mahzumi. Sejak permulaan sejarah Islam di wilayah tersebut hingga hari ini, selama beberapa abad permulaan sejarah, terutama pada abad ke-10 H
SejarahPeristiwa Isra' tugas Sejarah Perkembangan Tasawuf Mi'raj Nabi Muhammad SAW - Kum n ‎ Pengertian Isra' Mi'raj Setelah Nabi Muhammad Sejarah Perkembangan Tasawuf s.a.w mela an Materi Sejarah Perkembangan Tasawuf tugas perjalanan Isra' dan Mi'raj dengan membawa perintah solat lima waktu sehari Inilah perjalanan yang amat didambakan
Sebuahorganisasi keagamaan yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1930 di Candung (10 km di sebelah timur Bukittinggi). Gagasan untuk membentuk wadah ini dilatarbelakangi oleh perkembangan paham keagamaan di Sumatra Barat pada aw al abad XX. Perkembangan itu digerakkan oleh kaum muda untuk mengubah tradisi, terutama gerakan tarekat.
Satuabad sebelum tarekat Sammaniyah yang dipimpin Syekh Abdussamad melakukan gerakan perlawanan terhadap Belanda, Syekh Yusuf al-Makassar yang bergelar 'al-Taj al-Khalwati' telah melakukan hal yang sama. Di Banten, Syekh Yusuf memimpin 5.000 pasukan dan 1.000 di antaranya berasal dari Makassar telah mengobarkan perang terhadap 'kolonial kafir'.
. 1. Abad I dan II Hijriyah Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya. Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi Saw. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul Saw yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul Saw dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Fartsi, Abu Hurairah, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut. 2. Fase Abad III dan IV Hijriyah Abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. pada permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata-mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai fana fi al-mahbub. Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai al-ittihad. Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik al-hissiyat. Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah Swt sehingga masingmasing bisa memanggil dengan kata aku ana. Hulul adalah masuknya Allah Swt kedalam tubuh manusia yang dipilih. Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthami H. dengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj 244 – 309 H. yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya. 3. Fase Abad V Hihriyah Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadis atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi sunnah Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi sunnah Nabi Saw dan sahabatnya. Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali H atau yang lebih dikenal dengan al-Ghazali. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi 471 H., al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid. 4. Fase Abad VI Hijriyah Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa dzauq dan rasio akal, tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah Swt sedangkan selain Allah Swt hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali. Tokoh-tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi 560 -638 H. dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar Syekh Besar. Tokoh lain adalah al-Syuhrawardi 549-587 H. dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in 667 H. dan Ibn al-Faridl 632 H. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sejarah perkembangan tasawwuf. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
SECARA historis tasawuf adalah pemandu perjalanan hidup umat manusia agar selamat dunia dan akhirat. Hal itu karena tasawuf menjadi salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Sejarah juga mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang baru muncul setelah masa sahabat dan tabi’in, tidak muncul pada masa Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa nabi kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat pada masa itu sangat stabil. Selain itu, dari sudut pandang akal, jasmani, dan rohani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya prakmatisme, materialisme, dan hedonisme. Tasawuf sebagai sebuah gerkan perlawanan terhadap budaya materialisme belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Nabi, para sahabat, dan para tabi’in pada hakikatnya sudah sufi. Mereka mempraktekkan selalu terhadap hal-hal yang tidak pernah mengagungkan kehidupanm dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat kepada Allah sebagai sang khaliq. Setelah kekuasaan Islam makin meluas dan terjadi perubahan sejarah yang fenomenal paska nabi dan sahabat. Ketika kehidupan ekonomi dan sosial makin mapan mulailah orang-orang lalai pada sisi ruhani dan budaya hedonisme pun menjadi fenomena umum. Saat itulah timbul gerakan tasawuf sekitar abad ke 2 hijriyah. Gerakan tasawuf bertujuan untuk mengingatkan tentang hakikat hidup. Menurut pengarang Kasaf al-Dzunnum, orang yang pertama kali dijuluki al-sufi adalah Abu Hasyim Al-sufi. Pada masa Rasulullah SAW Islam tidak mengenal aliran tasawuf, dan pada masa sahabat dan tabi’in generasi setelah sahabat mereka itu menuntut ilmu dari para sahabat. Kemudian datang setelah masa tabi’in suatu kaum yang mengaku zuhud yang berpakain shuff pakaian dari bulu domba. Maka karena pakaian inilah mereka mendapat julukan sebagai nama bagi mereka yaitu sufi dengan nama tarekatnnya tasawuf. Salah satu argumen yang mengatakan bahwa tasawuf sudah ada pada masa Rasulullah SAW adalah perilaku nabi yang sering melakukan tahannus di Gua Hiro sebelum turunnya wahyu. Pertapaan tersebut dilakukan rasul sebagai sebuah upaya untuk menenangkan jiwa, menyucikan diri sebagai persiapan untuk menerima sabda yang agung yaitu wahyu Al- Qur’an. Dalam proses itu rasul melakukan riyahah dengan bekal secukupnya, pakaian sederhana yang jauh dari kemewahan dunia. Setelah menjalani proses tersebut jiwa rasul telah mencapai tingkat spiritual yang benar-benar siap menerima wahyu dari Jibril. Memasuki abad ke tiga dan ke empat hijriyah tasawuf kembali menjalani babak baru. Pada masa ini tema yang di angkat para sufi lebih mendalam. Berawal dari perbincangan seputar akhlak dan pekerti, mereka mulai ramai membahas tentang hakikat Tuhan, esensi manusia serta hubungan antara keduanya dan dari sini muncul tema-tema semacam makrifat, fana, zauq. Dari realitas ini dapat disimpulkan bahwa tasawuf mulai menemukan identitasnya. Tasawuf mulai berkembang dan menjafi satu disiplin ilmu yang berbeda dengan fiqih, tafsir, hadits dan kalam. Memasuki abad ke 6 dan ke 7 hijriyah tasawuf kembali menemukan suatu bentuk pengalaman baru. Bersentuhan tasawuf dengan filsafat berhasil mencetak tasawuf menjadi lebih filosofis yang kemudian dikenal dengan istilah teosofi. Dari sinilah kemudian muncul 2 parian tasawuf, sunni dengan coraknya amali dan falsafi dengan corak iluminatifnya.
Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihksan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Adapun tasawuf amali sendiri, dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifatsifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt. Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu yang dimulai sejak abad kesatu dan kedua Hijriyah, di mana tasawuf masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu; abad ketiga Hijriyah; abad keempat Hijriyah; abad kelima Hijriyah; abad keenam Hijriyah, di mana para sufi mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. Kata Kunci Tasawuf, akhlak, amali Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 59Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF AMALITaufiqur Rahman*Abstrak Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihksan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Adapun tasawuf amali sendiri, dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt. Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu yang dimulai sejak abad kesatu dan kedua Hijriyah, di mana tasawuf masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu; abad ketiga Hijriyah; abad keempat Hijriyah; abad kelima Hijriyah; abad keenam Hijriyah, di mana para sufi mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. Kata Kunci Tasawuf, akhlak, amali* Dosen InstitutIlmu Keislaman Zainul Hasan Genggong 60Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019PendahuluanAllah menciptakan manusia di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tidak terlepas dari fitrahnya ini, Allah Swt menganugerahkan dua potensi penting dalam diri manusia, yaitu akal dan nafsu. Allah Swt memberikan akal kepada manusia agar mereka mampu dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar dalam bertindak, bertingkah laku, berbuat ataupun bekerja. Sementara nafsu adalah sebuah pemicu bagi tingkat pekerjaan yang dilakukan oleh akal, sehingga nafsu ini dapat menjadi nafsu yang baik, yakni nafsu yang dilatih untuk menghindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan membawa dosa, dan nafsu yang buruk, yakni nafsu yang dilatih untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa dan ahli sufi memiliki pendapat bahwa hawa nafsu dapat menjadi tabir penghalang untuk dapat dekat dengan Allah Swt. Hal yang seperti ini akan terjadi ketika diri seseorang telah dikendalikan oleh hawa nafsu. Hawa nafsu yang seperti ini akan membawa manusia cenderung memuja kenikmatan duniawi. Hingga pada akhirnya bukanlah kenikmatan kehidupan akherat yang dijadikan tujuan utama dalam hidup, melainkan kenikmatan dunialah yang dijadikan tujuan utama dalam mencapai keberhasilan alasan pentingnya membentengi diri dari hal-hal yang munkara>t itulah dibutuhkan sebuah metode yang aplikatif untuk memperoleh ketenangan dan kebahagiaan jiwa yang bersifat batiniyah, yaitu tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu Tasawuf Amali>Istilah Tasawuf dalam Islam sebenarnya pada masa nabi Muhammad Saw belum ada. Tidak mengherankan apabila kata sufi dan tasawuf 61Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73dikaitkan dengan kata-kata arab sebagai berikut11. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Sebab kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadah, terutama shalat dan puasa. 2. S{aff baris. Yang dimaksud S{aff di sini ialah baris pertama dalam shalat di masjid. S{aff pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke masjid dan banyak membaca ayat suci al-Qur’an dan berdhikir sebelum waktu shalat Ahl al-S{huffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah, tinggal di masjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai s}uffah pelana sebagai bantal. Sungguhpun tidak memiliki apa-apa, mereka berhati baik dan tidak mementingkan Sophos bahasa Yunani yang masuk ke dalam filsafat Islam, yang berarti hikmah atau S{u>f kain wol. Dalam dunia tasawuf kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan barang mewah yang bisa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari antara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai kata asal sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang pertama yang memakai kata sufi adalah Abu> Ha>shi>m al-Ku>fi di Irak H.2Adapun pengertian tasawuf secara istilah, banyak para ahli yang berbeda pendapat sesuai seleranya masing-masing. Menurut al-Jurairi, “Tasawuf adalah masuk ke dalam segala budi akhlaq yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah”. Menurut Ma’ru>f al-Khurki, “Tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak berharap terhadap apa yang ada di tangan makhluk”. Sedangkan menurut al-Junaidi, “Tasawuf adalah membersihkan hati dari dari apa saja yang mengganggu perasaan 1 Lihat M. Solihin, Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf Bandung CV. Pustaka Setia, 2008, 11-132 Abd al-Hakim Abd al-Ghani Qasim, Al-Madzahib al-Shufiyah wa Madarisuha, Maktabah Madbuli, 1989, 12 62Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal insting kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat kesucian rohani, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat”3 Adapun tasawuf amali> sendiri, maka dapat dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali> merupakan tasawuf yang mengedepankan muja>hadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali>Pada mulanya, tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang makna institusi-institusi Islam. Sejak zaman sahabat dan tabiin, kecenderungan pandangan orang terhadap ajaran Islam secara lebih analitis mulai muncul. Ajaran Islam mereka dapat dipandang dari dua aspek, yaitu lahiriyah seremonial dan aspek batiniah spiritual, atau apek luar dan aspek dalam. Pendalaman dan pengamalan aspek “dalamnya” mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, tentunya tanpa mengabaikan aspek luarnya” yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih berorientasi pada aspek dalam, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa, lebih mementingkan keagungan Tuhan dan bebas dari egoisme. Sejarah dan perkembangan tasawuf mengalami beberapa fase sebagai berikut53 Ibid., 14-154 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf Wonosobo AMZAH, 2005, 2635 Lihat M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung Pustaka Setia, 2008, 61-67 63Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-731. Abad Kesatu dan Kedua HijriyahBenih-benih tasawuf sudah ada sejak zaman kehidupan Nabi Saw. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad Saw. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari ia berkhalwat di gua H{ira’ terutama pada bulan Ramad}a>n. Di sana Nabi banyak berdhikir dan bertafakkur untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan Nabi di gua H{ira’ merupakan acuan utama para sufi dalam berkhalwat. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh sebab itu, setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di abad-abad periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabi’in sekitar abad I dan II H. Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah dari masa sebelumnya. Konflik-konflik sosial politik yang bermula dari masa Uthman bin Affan berkepanjangan sampai masa-masa sesudahnya. Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok kelompok Bani Umayyah, Shi’ah, Khawarij, dan masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman-kezaliman, terutama terhadap kelompok Shi’ah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi T{alib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam ketika itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwa>bi>n orang-orang yang bertaubat. Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaum Tawwa>bi>n itu dipimpin oleh Mukhtar 6 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal Ila> al-Tashawwuf Fi> al-Isla>m Kairo Da>r al-Thaqa>fah, 1976, 78 64Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019bin Ubaid al-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 samping gejolak politik yang berkepanjangan, perubahan kondisi sosial pun terjadi. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan kehidupan beragama masyarakat Islam. Pada masa Rasulullah Saw dan para sahabat, secara umum kaum muslimin hidup dalam keadaan sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai meracuni masyarakat, terutama terjadi di kalangan istana. Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah tampak semakin jauh dari tradisi kehidupan Nabi Saw dan sahabat utama, dan semakin dekat dengan tradisi kehidupan raja-raja Romawi. Dalam situasi demikian kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyerukan kepada masyarakat untuk hidup zuhud8, sederhana, saleh,dan tidak tenggelam dalam buaian hawa nafsu. Di antara para penyeru tersebut ialah Abu Dzar al-Ghiffari. Dia melancarkan kritik tajam kepada Bani Umayyah yang sedang tenggelam dalam kemewahan dan menyerukan agar diterapkan keadilan sosial dalam perubahan-perubahan kondisi sosial tersebut sebagian masyarakat mulai melihat kembali pada kesederhanaan kehidupan Nabi Saw dan para sahabatnya. Mereka mulai merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak saat itu kehidupan zuhud menyebar luas di kalangan masyarakat. Para pelaku zuhud itu disebut za>hid, atau karena ketekunan mereka beribadah, maka disebut a>bid atau na> yang tersebar luas pada abad-abad pertama dan kedua Hijriyah terdiri atas berbagai aliran yaitu10a. Aliran Madinah Sejak masa yang dini, di Madinah telah muncul para za>hid. Mereka kuat berpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, dan mereka menetapkan Rasulullah sebagai panutan kezuhudannya. Di antara mereka dari kalangan sahabat adalah Abu Ubaidah al-Jarrah H., Abu Dzar al-Ghiffari w. 22 H., Salman al-Farisi w. 32 H., 7 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal Ila al-Tashawwuf Fi al-Islam........, 80-818 Zuhud adalah berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan ber-khalwat, berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir kepada Allah Ibid., 8210 Ibid., 83-95 65Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Abd Allah ibn Mas’ud w. 33 H., Hudzaifah ibn Yaman w. 36 H.. Sementara itu dari kalangan tabi’in di antaranya adalah Sa’id ibn al-Musayyad w. 91 H. dan Salim ibn Abd Allah w. 106 H.. Aliran Madinah ini lebih cenderung pada pemikiran angkatan pertama kaum muslimin salaf, dan berpegang teguh pada zuhud serta kerendah hatian Nabi. Selain itu aliran ini tidak begitu terpengaruh perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa dinasti Umayyah, dan prinsip-prinsipnya tidak berubah walaupun mendapat tekanan dari Bani Umayyah. Dengan begitu, zuhud aliran ini tetap bercorak murni Islam dan konsisten pada ajaran-ajaran Aliran Bas}rah Louis Massignon mengemukakan dalam artikelnya “Tashawwuf” dalam Ensiklopedie de Islam, bahwa pada abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat dua aliran zuhud yang menonjol. Salah satunya di Bashrah dan yang lainnya di Kufah. Menurut Massignon orang-orang Arab yang tinggal di Bashrah berasal dari Bani> Tami>m. Mereka terkenal dengan sikapnya yang kritis dan tidak percaya kecuali pada hal-hal yang riil. Merekapun terkenal menyukai hal-hal logis dalam nahwu, hal-hal nyata dalam puisi dan kritis dalam hal hadith. Mereka adalah penganut aliran Ahl al-Sunnah, tapi cenderung pada aliran-aliran Mu’tazilah dan Qadariyyah. Tokoh mereka dalam zuhud adalah Hasan al-Bas}ri, Malik ibn Dinar, Fad}l al-Raqqashi, Rabbah ibn Amru al-Qishi, S{{alih al-Murni atau Abd al-Wahid ibn Zaid, seorang pendiri kelompok asketis di Abadan. Corak yang menonjol dari para za>hid Bashrah ialah zuhud dan rasa takut yang Aliran Kufah Aliran Kufah menurut Louis Massignon, berasal dari Yaman. Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, imajinasi dalam puisi, dan harfiah dalam hal hadith. Dalam akidah mereka cenderung pada aliran Shi’ah, sebab aliran Shi’ah pertama kali muncul di Kufah. Para tokoh za>hid Kufah pada abad pertama Hijriyah ialah al-Rabi’ ibn Khathim w. 67 H., sedangkan pada masa pemerintahan Mu’awiyah, Sa’id ibn Jubair w. 95 H., Thawus ibn Kisan w. 106 H., Sufyan al-Thauri w. 161 H. 11 Ibid., 85 66Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019d. Aliran Mesir Pada abad-abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat suatu aliran zuhud lain, yaitu aliran Mesir. Sebagaimana diketahui, sejak penaklukan Islam terhadap Mesir, sejumlah para sahabat telah memasuki kawasan itu, misalnya Amr ibn al-As}, Abd Allah ibn Amr ibn al-As yang terkenal kezuhudannya, al-Zubair bin Awwam dan Miqdad ibn al-Aswad. Tokoh-tokoh za>hid Mesir pada abad pertama Hijriyah di antaranya adalah Salim ibn ’Atar al-Tajibi. Dia pernah menjabat sebagai hakim di Mesir, dan meninggal di Dimyath tahun 75 H. Tokoh lainnya adalah Abd Al-Rahman ibn Hujairah w. 83 H. menjabat sebagai hakim agung Mesir tahun 69 H. Sementara tokoh za>hid yang paling menonjol pada abad II Hijriyyah adalah al-Laits ibn Sa’ad w. 175 H.. Kezuhudan dan kehidupannya yang sederhana sangat terkenal. Menurut ibn Khallikan, dia seorang za>hid yang hartawan dan dermawan. Dari uraian tentang zuhud dengan berbagai alirannya, baik dari aliran Madinah, Bashrah, Kufah, Mesir ataupun Khurasan, baik pada abad I dan II Hijriyyah dapat disimpulkan bahwa zuhud pada masa itu mempunyai karakteristik sebagai berikut1. Zuhud ini berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi, demi meraih pahala akhirat dan memelihara diri dari adzab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah yang terkena dampak berbagai kondisi sosial politik yang berkembang dalam masyarakat Islam ketika Bercorak praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis zuhud. Zuhud ini mengarah pada tujuan Motivasi zuhud ini ialah khauf, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad kedua Hijriyyah, di tangan Rabi’ah al-Adawiyyah, muncul motivasi cinta kepada Allah, yang bebas dari rasa takut terhadap Menjelang akhir abad II Hijriyyah, sebagian za>hid khususnya di Khurasan dan pada Rabi’ah al-Adawiyyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf atau sebagai cikal bakal para sufi abad ketiga dan 67Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73keempat Hijriyyah. Al-Taftazani lebih sependapat kalau mereka dinamakan za>hid, qa>ri’ dan na>sik bukan sufi. Sedangkan Nicholson memandang bahwa zuhud ini adalah tasawuf yang paling dini. Terkadang Nicholson memberi atribut pada para za>hid ini dengan gelar “para sufi angkatan pertama”.12e. Abad Ketiga Hijriyah Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi yang berkembang ketika itu, sehingga di tangan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengamalan Islam dalam praktik yang lebih menekankan keterpujian akhlaq manusia. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak-akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriyah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengamalan ajaran Islam sampai pada aspek mendalam. Oleh karena itu, ketika menyaksikan ketidakberesan perilaku akhlak di sekitarnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada abad ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki ajaran tasawuf yang berkembang masa itu. Mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu13a. Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa, yang mengonsentrasikan kejiwaan manusia kepada kha>liq-nya, 12 Ibid., 106-10713 M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf............, 63-64 68Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak; yaitu di dalamnya terkandung petunjuk-petunjuk tentang cara berbuat baik serta cara menghindarkan keburukan, yang dilengkapi dengan riwayat dari kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Tasawuf yang berintikan metafisika; yaitu di dalamnya terkandung ajaran yang melukiskan hakikat Ilahi, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak serta melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang tajalli>14 Abad Keempat Hijriyah Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan abad ketiga Hijriyah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad, dipelopori oleh beberapa ulama tasawuf yang terkenal kealimannya, antara laina. Mu>sa> al-Ans}ary; mengajarkan tasawuf di Khurasan Persia atau Iran, ia wafat di sana tahun 320 Abu> H{a>mid bin Muhammad al-Ruba>zy; mengajarkannya di salah satu kota Mesir, ia wafat di sana tahun 322 Abu> Zaid al-Adamy; mengajarkannya di Semenanjung Arabiyah, ia wafat di sana tahun 314 Abu> Ali> Muhammad bin Abd al-Wahha>b al-Saqafy; mengajarkannya di Naisabur dan kota Sharaz, hingga ia wafat tahun 328 Dalam pengajaran tasawuf di berbagai negeri dan kota, para ulama tersebut menggunakan sistem tarekat t}ari>qah, sebagaimana yang 14 Tajalli adalah tahap yang dapat ditempuh oleh seorang hamba ketika ia sudah mampu melalui tahap Takhalli dah Tahalli. Tajalli adalah lenyapnya atau hilangnnya hijab dari sifat kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi, atau fana segala sesuatu selain Allah, ketika nampak wajah M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf............,64 69Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73dirintis oleh ulama tasawuf pendahulunya. Sistem tersebut berupa pengajaran dari seorang guru terhadap murid-muridnya yang bersifat teoretis serta bimbingan langsung mengenai cara pelaksanaannya yang disebut “sulu>k” dalam ajaran tasawuf. Sistem pengajaran tasawuf yang sering disebut tarekat, diberi nama yang sering dinisbatkan kepada nama penciptanya gurunya, atau sering pula dinisbatkan kepada lahirnya kegiatan tarekat tersebut. Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad ini, ditandai dengan semakin kuatnya unsur filsafat yang memengaruhi corak tasawuf, karena banyaknya buku filsafat yang tersebar di kalangan umat Islam dari hasil terjemahan orang-orang muslim sejak zaman permulaan Dinasti Abbasiyah. Pada abad ini pula mulai dijelaskannya perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dapat dibagi oleh ahli tasawuf menjadi empat macam, yaitu16a. Ilmu shari>’ah17b. Ilmu t}ari>qah18c. Ilmu h}aqi>qah19d. Ilmu ma’rifah2016 Ibid., 6517 Shari>’ah adalah segala ketentuan agama yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk hamba-Nya. Bagi orang-orang Sufi, Shari>’ah adalah kualitas amal lahir-formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui al-Qur’an dan Sunnah. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa Shari>’ah adalah ilmu ibadah yang cenderung hanya menyentuh aspek lahir manusia dan tidak menyentuh aspek batin T{ari>qah menurut istilah tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang Sufi dalam mencapai tujuan, berada sedekat mungkin dengan Tuhan. T{ari>qah adalah jalan yang ditempuh para Sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari shari’at, sebab jalan utama disebut shar’, sedangkan anak jalan disebut dengan t}ariq. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa T{ari>qah adalah cabang dari Shari>’ah yang merupakan pangkal dari suatu H{aqi>qah adalah kebenaran yang bersifat esensial. Makna h}aqi>qah menunjukkan kebenaran esoteris yang merupakan batas-batas dari transendensi manusia dan teologis. H{aqi>qah merupakan unsur ketiga setelah Shari>’ah hukum yang merupakan kenyataan eksoteris, T{ari>qah jalan sebagai tahapan esoterisme, dan yang ketiga adalah H}aqi>qah, yakni kebenaran yang Ma’rifah adalah pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang Tuhan yang diperoleh melalui sanubari. al- Ghazali secara terperinci mengemukakan pengertian ma’rifat ke dalam hal-hal berikut 1 Ma’rifat adalah mengenal rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturan-Nya yang melingkupi seluruh yang ada; 2 Seseorang yang sudah sampai pada ma’rifat berada dekat dengan Allah, bahkan ia dapat memandang wajah- 70Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019g. Abad Kelima Hijriyah Pada abad kelima ini muncullah Imam al-Ghaza>li>, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf yang berdasar al-Quran dan al-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain, Ia melancarkan kritikan tajam terhadap para filosof, kaum Mu’tazilah dan Batiniyah. al-Ghaza>li>-lah yang berhasil memancangkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat, yang seiring dengan aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah, dan bertentangan dengan tasawuf al-H{alla>j dan Abu> Yazi>d al-Bust} Tasawuf pada abad kelima Hijriyah cenderung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya kepada landasan al-Quran dan al-Sunnah. Al-Qushairi dan al-Harawi dipandang sebagai tokoh sufi yang paling menonjol pada abad ini, yang memberi bentuk tasawuf Sunni. Kitab al-Risa>lah al-Qushairiyyah memperlihatkan dengan jelas bagaimana al-Qushairi mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin Ahl al-Sunnah. Dalam penilaiannya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip-prinsip tasawuf di atas landasan-landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari berbagai bentuk Tokoh lainnya yang seirama dengan al-Qushairi adalah Abu> Isma>’il al-Ans}>ari, yang sering disebut al-Harawi. Ia mendasarkan tasawufnya pada doktrin Ahl-Sunnah. Ia bahkan dipandang sebagai penggagas aliran pembaharuan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya shat}aha>t, seperti al-H{alla>j dan Abu> Yazi>d al-Bust}ami. Dengan demikian, abad kelima Hijriyah merupakan tonggak yang menentukan bagi kejayaan tasawuf amali> sunni. Pada abad tersebut, tasawuf ini tersebar luas di kalangan dunia Islam. Pondasinya begitu dalam terpancang untuk jangka waktu lama pada berbagai lapisan masyarakat Abad Keenam Hijriyah Sejak abad keenan Hijriyah, sebagai akibat pengaruh kepribadian al-Nya; 3 Ma’rifat datang sebelum Abu al-Wafa al Taftazani, Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islami......,18222 M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf......., 66 71Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Ghaza>li> yang begitu besar, pengaruh tasawuf amali> semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi peluang bagi munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan tarekat-tarekat dalam rangka mendidik para muridnya, seperti Sayyid Ah}mad al-Rifa>’i> w. 570 H dan Sayyid Abd al-Qa>dir al-Jaila>ni> w. 651 H.23 Sesudah abad ini tidak ada lagi tokoh-tokoh besar yang membawa ide tersendiri dalam hal pengetahuan tasawuf, kalau memang ada hal itu hanyalah sebagai seorang pengembang ide para tokoh pendahulunya. Tasawuf amali>, sebagaimana dituturkan al-Qushairi dalam al-Risa>lah-nya, diwakili para tokoh sufi dari abad ketiga dan keempat Hijriyah, Imam al-Ghaza>li> dan para pemimpin tarekat yang mengikutinya. al-Ghaza>li> dipandang sebagai pembela terbesar tasawuf amali>, yang seiring dengan al-Qushairi dan al-H{arawi. Namun dari segi kepribadian, keluasan pengetahuan dan kedalaman tasawuf al-Ghaza>li> lebih besar dibanding semua tokoh-tokoh tasawuf yang ada. Ia sering diklaim sebagai seorang sufi terbesar dan terkuat pengaruhnya dalam khasanah ketasawufan di dunia pembahasan tentang sejarah perkembangan tasawuf amali> pada makalah ini, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain1. Tasawuf amali> dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh rid}a Allah Swt. Tasawuf amali> merupakan tasawuf yang mengedepankan muja>hadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu23 Ibid., 67 72Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019a. Abad kesatu dan kedua Hijriyah, tasawuf masih berupa perilaku zuhud yang didasari rasa khauf dan masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu.b. Abad ketiga Hijriyah, kata tasawuf mulai digunakan. Orang ahli ibadah sebelumnya disebut a>bid atau na>sik, pada abad ini disebut sebagai Abad keempat Hijriyah, perkembangan tasawuf semakin pesat dan munculnya istilah shari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat, sebagai penjelasan perbedaan ilmu lahir dan ilmu Abad kelima Hijriyah, adanya pemancangan ajaran tasawuf sesuai dengan prinsip-prinsip Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah oleh Imam al-Ghaza>li>.e. Abad keenam Hijriyah, munculnya para sufi yang mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. 73Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Daftar PustakaAqib, Kharisudin, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Surabaya PT. Bina Ilmu, al, Abd al-Wafa>, al-Tafta>zani. Madkhal Ila> al-Tashawwuf al-Isla>mi>. al-Qa>hirah Da>r al-Thaqafah, al, Abd, Abd al-Ghani> Qa>sim. Al-Madzahib Al-Shufiyah Wa Madarisuha>. Maktabah Madbuli, Abd al-Kari>m al-Qushairi. Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, Cet. I. Jakarta Pustaka Amani, Totok, Munir Amin Samsul. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo AMZAH, Syaifan, Alim Roswantoro. Peta Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program Pascasarjana. Jogjakarta Sukses Offset, M, Rosihan Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung CV. Pustaka Setia, 2008. ... Bukankah pilihan yang dijalani para sahabat tersebut bisa menjadi contoh sikap ketika melihat perkembangan modernisme yang berujung pada gaya materialis, hedonis, borjuis. Sebab jika ditilik sejarah ajaran-ajaran tasawuf bersumber dari kehidupan Nabi dan para sahabat dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur Taufiqur Rahman, 2019. ... Imam KhoiriThe sparkling "progress" of modernism looks very majestic and luminous. Modernization is the process of changing traditional society into a modern society, marked by changes in economic, social, and political systems. The changes that brought progress were reversed with the condition of modern human spirituality which experienced drought and decline. Therefore, a Sufism approach is needed that cultivates the heart, taste, and soul and balances the rational and experimental approaches that develop in modern society. The purpose of this study is to describe Ibn 'Athaillah al-Sakandari's views on uzlah and to analyze the suitability of uzlah in today's times. This is a qualitative research that uses a literature study approach. The analytical method used is the content analysis technique. The results of this study indicate that the uz that was written by Ibn Athaillah was not a form of activity that was carried out throughout life, but was limited to taking time to isolate oneself from the crowd. Because that way you can use meditation to the fullest. Uzlah is also an effort for modern humans to reflect and think about problems and find solutions in life so that they can get closer to Allah. Because the result of uzlah is not leaving the affairs of the world, but being able to live it with responsibility, discipline and upholding God's commands. The results of this research are expected to be practical in order to maintain the freshness of spirituality and TotokJumantoro Totok, Munir Amin Samsul. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo AMZAH, Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program PascasarjanaNur SyaifanAlim RoswantoroNur Syaifan, Alim Roswantoro. Peta Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program Pascasarjana. Jogjakarta Sukses Offset, 2007.
sejarah perkembangan tasawuf dari abad 1 sampai 10